Sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja dan terjadi pengelolaan sistem pemerintahan dilakukan secara absolut atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebut perlu ada pemisahan atau pembagian kekuasaan, agar terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan tidak dipegang oleh satu orang saja.
Apa sebenarnya konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan itu? Kusnardi dan Ibrahim (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama lain. Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerjasama. Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.
Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Mekanisme pembagian kekuasaan ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
A. Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara.
1. Kekuasaan konstitutif
Kekuasaan konstitutif yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh MPR sebagaimana ditegaskan dalam pasal 3 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar."
2. Kekuasaan eksekutif
Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang dasar."
3. Kekuasaan legislatif
Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh DPR sebagaimana ditegaskan dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa " Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang."
(Gedung MPR-DPR. Sumber: idntimes.com)
4. Kekuasaan yudikatif
Kekuasaan yudikatif disebut pula kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh MA dan MK sebagaimana ditegaskan dalam UUD NRI Tahun 1945 pasal 24 ayat (2) yang menyatakan bahwa "kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi."
5. Kekuasaan eksaminatif/inspektif
Kekuasaan eksaminatif yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelengggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh BPK sebagaimana ditegaskan dalam pasal 23E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri."
6. Kekuasaan moneter
Kekuasaan moneter yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta pemeliharaan kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pasal 23D UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, wewenang, tanggungjawab, dan independensinya diatur dalam undang-undang."
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan DPRD. Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD Provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung sntara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
B. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya yaitu pembagian kekuasaan antara beberpa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provonsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang." Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncull sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat penyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan pusat diantaranya kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agaman, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan berdasarkan urusan pemerintah pusat."
Sumber tunggal: Tolib, dan Nuryadi. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar